Jumat, 20 Februari 2009

Pendidikan Islam ditengah arus Globalisasi

By. Zuhron Arofi

Globalisasi adalah sebuah wacana yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan publik. Perkembangan teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern yang terjadi di awal milenium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi1. Meski dalam kerangka realitas globalisasi belum mempunyai definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.2 Meski demikian, globalisasi yang tujuan utamanya adalah menciptakan satu dunia dimana sekat dan batas antar negara menjadi hilang, yang secara alamiah melahirkan tiga sudut pandang yang berbeda. Pertama, para globalis, mereka meyakini bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen3. Dan kenyataan ini akan sangat berdampak bagi hubungan social masyarakat ditingkat local yang secara alamiah akan terhegemoni oleh arus budaya barat yang cenderung lebih kuat dan berbeda dengan tradisi ketimuran. Perubahan yang berlangsung secara cepat dan drastis menyebabkan banyak orang gagal menyesuaikan diri. Akibatnya, muncullah berbagai bentuk kekerasan social yang dapat mempergunakan symbol-simbol kemanusiaan, politik, ekonomi bahkan juga symbol keagamaan4. Kedua, disisi lain ada pihak yang acuh, sekaligus menolak konsep globalisasi mereka yang biasa disebut sebagai kaum tradisionalis. Kaum tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital5. Meski bentuk yang kedua ini adalah pendapat minoritas, penulis lebih melihat pada sikap apriori dan minder terhadap realitas yang terjadi. Ketiga, Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan6.

Liberalisasi pendidikan

Kihajar Dewantara pernah mengatakan “Pendidikan harus bisa memerdekakan manusia dari ketergantungan kepada orang lain dan bersandar pada kekuatan sendiri” pesan tersebut sepertinya tidak lagi sejalan dengan realitas pendidikan di Indonesia saat ini. Dalam kontek keindonesiaan kran liberalisasi dalam sector pendidikan telah dibuka dengan turunya peraturan Pemerintah No 77 tahun 2007. Konsekuensi dari keputusan pemerintah tersebut adalah masuknya modal asing dalam pengelolaan pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, menengah, tinggi, dan universitas. Dengan demikian nantinya akan ada sekolah-sekolah yang dimiliki oleh asing, dan dikelola sesuai dengan tujuan diinvestasikannya modal tersebut. Tentu karena tujuan investasi modal tersebut adalah untuk mendapatkan laba, maka institusi pendidikan menjadi sebuah institusi bisnis yang proses pengelolaannya akan berorientasi kepada laba7. Hal itu adalah salah satu imbas dari gelombang globalisasi yang salah satu anak kandungnya adalah liberalisasi pendidikan. Globalisasi telah merubah seluruh dimens kehidupan, termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Pendidikan Islam kehadirannya sebagai fenomena dan diharapkan mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan yang berkembang8. Termasuk tantangan liberalisasi pendidikan

Pendidikan Islam dan Tantangan Dunia Global

Dalam menghadapi arus perubahan yang begitu cepat, maka muncullah pertanyaan yang cukup mendasar. Seberapa kesiapan pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi?. Untuk menjawab pertanyaan di atas maka perlu kita kemukakan terlebih dahulu problem pendidikan Islam dewasa ini. Setidaknya ada empat persoalan mendasar yang menjadi catatan penulis. Pertama, berhubungan dengan kurikulum, Seyyed Hossein Nasr telah menegaskan bahwa kekacauan yang mewarnai kurikulum pendidikan modern di kebanyakan negara Islam sekarang ini, dalam banyak hal, disebabkan oleh hilangnya visi hierarkis terhadap pengetahuan seperti yang dijumpai dalam pendidikan Islam tradisional9 dalam kontek kekinian kurikulum pendidikan Islam yang kita miliki masih harus dikaji ulang dengan proses dialektika yang kokoh dan mendalam, perkembangan globalisasi telah membawa dampak yang begitu besar dan bersifat multidimensi, orientasi kurikulum hendaknya diarahkan pada sebuah proses yang lebih kontekstual yang tidak terjebak pada kerangka retorika teoritis. Keadaan yang demikian terlihat dalam realita ketika pendidikan Islam masih gagap dihadapkan pada isu-isu seperti pluralisme, multikulturalisme, feminisme dan globalisasi itu sendiri. Globalisasi bukan hanya merupakan latar belakang struktural saja, tapi juga pendekatan hegemoni. Kelalaian dalam merespons perubahan, kajian Islam untuk konteks kekinian, dan orientasinya akan membawa umat pada posisi marginal.10 Globalisasi dewasa ini menampilkan suatu corak hubungan antar bangsa yang tidak seimbang. Hubungan antara negara maju dengan negara-negara berkembang masih ditandai dengan polarisasi kuat lemah, hal ini pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya “ akulturasi asimetris”10 Akulturasi asimetris mendorong penetrasi budaya asing kedalam budaya nasional suatu bangsa dan mengakibatkan transformasi budaya yang timpang.12

Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya Islam and the Challenge of the 21st Century menyebutkan bahwa: tantangan serius yang dihadapi muslim dari luar adalah apa yang disebut kesalahan posisi Barat pada tatanan global. Ini merupakan tipuan dan permainan yang sangat penting yang terjadi di dunia saat ini. Secara umum penjajahan telah berakhir, namun ada bentuk penjajahan baru yang selalu berbicara atas nama global. Tapi sebenarnya tidak demikian, karena hal itu tidak semua bagian di dunia ini terlibat dalam kasus itu.13 Perubahan dunia yang semakin cepat menuntut berbagai pemikiran progresif untuk memposisikan pendidikan Islam sebagai benteng pertahanan sekaligus pilar utama dalam mendorong terbentuknya moralitas global. Dan jantung dari pendidikan adalah kurikulum. Kedua, menyangkut persoalan metode, dalam qoidah fiqih disebutkan Attoriqotu Ahammu minal Maddah, masalah yang kedua ini menjadi persoalan yang sangat serius, sebab hal ini menyangkut bagaimana pesan dari esensi pendidikan tersampaikan secara tepat. Ketiga, orientasi pendidikan IslamSebab untuk mempe

Laju globalisasi yang sepertinya tidak mungkin lagi terbendung oleh kekuatan manapun, perlu melahirkan sebuah konsepsi yang riel dan sistematis sekaligus menjawab pertanyaan di atas dan menjadi perangkat tanding bagi gerak laju globalisasi

Agenda Masa Depan Pendidikan Islam

Globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi pencapaian tahap tinggal landas14. Dalam tulisan ini penulis mencoba menawarkan beberapa argumentasi solutif sekaligus menjadi sebuah agenda ke depan bagi pendidikan Islam. Pertama, perlu pengkajian ulang terhadap sistem pendidikan Islam yang saat ini berjalan dengan tetap mengedepankan semangat ajaran Islam. Semangat tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya mendialogkan kembali teks-teks suci keagamaan terhadap setiap kenyataan yang terjadi. Kedua, mempersiapkan sumberdaya manusia yang lebih matang dan berkualitas berbekal kemampuan komprehensif. Ketiga, memperteguh kembali peran seluruh elemen dalam pendidikan yaitu, individu, keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan negara. Keempat, perlunya menyatukan spiritual Islam dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai basis yang kuat untuk menghadapi arus globalisasi yang semakin menghimpit, sebab dalam tradisi intelektual Islam, ada suatu hierarki dan kesalinghubungan antar-beragai disiplin ilmu yang memungkinkan realisasi kesatuan (keesaan) dalam kemajemukan, bukan hanya dalam wilayah iman dan pengalaman keagamaan, tetapi juga dalam dunia pengetahuan. Ditemukannya tingkatan dan hubungan yang tepat antar-berbagai disiplin ilmu merupakan obsesi para tokoh intelektual Islam terkemuka, dari teolog hingga filosof, dari sufi hingga sejarawan, yang banyak di antara mereka mencurahkan energi intelektualnya pada masalah klasifikasi ilmu. Kelima, membangun jaringan pendidikan dari sekala lokal, nasional dan global sebagai bentuk komunikasi aktif dan sharing informasi antar negara tentang perkembangan pendidikan Islam diseluruh belahan bumi ini, sehingga tidak terjadi ketimpangan konsepsi pendidikan Islam. Keenam, mempertahankan potensi culture lokal yang dimiliki masyarakat sekaligus jembatan komunikasi budya dengan tetap memegang teguh semangat keislaman.

Catatan

1. Fatih Suhud. Tantangan pendidikan Islam di era Globalisasi Dipublikasikan: 02/04/2006

2. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

3. ibid

4. Munir Mulkhan dalam menggagas pendidikan rakyat hal 13

5. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

6. ibid

7. sigit B.Darmawan http://esbede.wordpress.com/2008/02/23/liberalisasi-pendidikan/

8. imam mawardi : Reformasi pendidikan Islam di Indonesia

9.Seyyed Hossein Nasr, "Kata Pengantar", dalam Osman Bakar, Hierarki Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu Menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quth al-Din al-Syirazi, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 11.

10. diambil dari sebuah artikel berjudul; Globalisasi dan Pendidikan Integral, http//radarlampung.or.id

11. akulturasi asimetris berarti pengaruh negara-negara maju yang dominan dalam bidang ekonomi dan iptek atas dasar negara-negara berkemabgn juga memasuki bidang-bidang non ekonomi seperti politik dan budaya

12. Din Samsudin : Etika agama dalam membangun masyarakat madani Hal 169

13. ibid

14. Tobroni dan syamsul Arifin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar